BAB
1
PENDAHULUAN
Tetralogy of Fallot
(TOF) pertama kali dijelaskan pada tahun 1888, terdiri dari defek pada septum
ventrikel (VSD), obstruksi di saluran keluar ventrikel kanan, sebuah overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel
kanan (RVH).1
Tetralogy of Fallot
(TOF) terjadi pada 3 dari setiap 10.000 kelahiran hidup. Ini adalah penyebab
paling umum dari penyakit jantung sianotik di pasien yang terjadi pada usia
neonatal, dan dilaporkan hal ini terjadi hingga sebanyak sepersepuluh dari semua
penyakit jantung kongenital.2
Penelitian
di Belanda melaporkan bahwa Tetralogy of
Fallot (TOF) terjadi sebesar 4% dari semua penyakit jantung kongenital.
Insidensi kelahiran bayi dengan TOF dilaporkan sebesar 0.4 per 1.000 lahir hidup
bayi. Ini berarti bahwa sekitar 70 anak-anak dengan TOF lahir di Belanda setiap
tahun. Tetralogy of Fallot (TOF) tampaknya
menjadi suatu gangguan poligenik, dengan sejumlah kecil gen yang berinteraksi. Risiko
memiliki anak dengan penyakit jantung kongenital
telah dilaporkan sekitar 3% jika salah satu dari orang tua mengidap TOF.3
CDC
memperkirakan setiap tahunnya sekitar 1.575 bayi di AmerikaSerikat yang lahir dengan
TOF. Dengan kata lain, sekitar 4 dari setiap 10.000 bayi yang lahir di Amerika
Serikat setiap tahunnya lahir dengan TOF. Tetralogy
of Fallot (TOF) mewakili 10% dari kasus penyakit jantung kongenital dan merupakan
penyebab paling umum dari penyakit jantung kongenital sianotik. Insiden terjadinya
TOF lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Prevalensi TOF
terjadi pada 3-6 bayi untuk setiap 10.000 kelahiran dan merupakan penyebab
paling umum penyakit jantung kongenital sianotik. Tetralogy of Fallot (TOF) menyumbang
sepertiga dari semua penyakit jantung kongenital pada pasien yang berusia kurang
dari 15 tahun.5
Dalam
kebanyakan kasus, TOF adalah sporadik dan nonfamilial. Kejadian pada saudara kandung
dari orang tua pasien yang mengalami TOF sekitar 1-5% dan lebih sering terjadi pada
laki-laki dari pada perempuan. Kelainan ini berhubungan dengan anomali ekstrakardiak
seperti labia skizis dan palatum, hipospadia, kelainan rangka, dan kraniofasial.
Sebuah mikro delesi dalam kromosom 22 (22q11) telah diidentifikasi pada pasien
dengan TOF sebagai salah satu manifestasi kardiovaskular yang lahir di Amerika
Serikat setiap tahunnya yang lahir dengan TOF.5
Di
Indonesia sendiri,TOF menempati urutan ke empat (10-15%) dari seluruh penyakit
jantung bawaan dan 2/3 dari penyakit jantung bawaan sianotik. Di RSU dr.Soetomo
sebagian besar pasien TOF didapat diatas umur 5 tahun dan prevalensi menurun
setelah berumur 10 tahun. Dari data tersebut serta kegawatan yang ditimbulkan
akibat kelainan TOF ini, maka sebagai dokter umum kita dituntut untuk mampu
mengenali tanda kegawatan dan mengetahui tentang penyakit ini. Oleh karena itu,
kami mengangkat kasus TOF ini sebagai bahan untuk laporan kasus di Departemen
Kardiologi FK USU RSUP H.Adam Malik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi 4-6
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah penyakit jantung kongenital dengan
kelainan struktur jantung yang muncul pada saat lahir dan terjadi perubahan aliran
darah di jantung. Tetralogy of Fallot (TOF) melibatkan empat
kelainan jantung, yaitu (Gambar 2.1) :
a.Stenosis Pulmonal
Hal
ini diakibatkan oleh penyempitan dari katup pulmonal, dimana darah mengalir dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Secara fisiologis, darah yang sedikit oksigen
dari ventrikel kanan akan mengalir melalui katup pulmonal, masuk ke dalam arteri
pulmonalis, dan keluar ke paru-paru untuk mengambil oksigen. Pada stenosis
pulmonal, jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk memompa darah dan
tidak cukup darah untuk mencapai paru-paru.
b.Ventricular Septal Defect (VSD)
Jantung
memiliki dinding yang memisahkan dua bilik pada sisi kiri dan dua bilik di sisi
kanan yang disebut septum. Septum berfungsi untuk mencegah bercampurnya darah
yang miskin oksigen dengan darah yang kaya oksigen diantara kedua sisi jantung.
Pada VSD dijumpai lubang di bagian septum yang memisahkan kedua ventrikel di
ruang bawah jantung. Lubang ini memungkinkan darah yang kaya oksigen dari ventrikel
kiri untuk bercampur dengan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan.
c. Overriding Aorta
Ini merupakan kelainan
pada aorta yang merupakan arteri utama yang membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh
tubuh. Secara anatomi jantung yang normal, aorta melekat pada ventrikel kiri. Hal
ini memungkinkan hanya darah yang kaya oksigen mengalir ke seluruh tubuh. Pada
TOF, aorta berada di antara ventrikel kiri dan kanan, langsung di atas VSD. Hal
ini mengakibatkan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan mengalir langsung
ke aorta bukan ke dalam arteri pulmonalis kemudian ke paru-paru.
d.
Hipertrofi Ventrikel Kanan (RVH)
Kelainan ini terjadi jika ventrikel kanan
menebal karena jantung harus memompa lebih keras dari yang seharusnya agar
darah dapat melewati katup pulmonal yang menyempit. Obstruksi aliran darah arteri
pulmonal biasanya pada kedua infundibulum ventrikel kanan dan katup pulmonal. Obstruksi
total dari aliran ventrikel kanan (atresia pulmonal) dengan VSD diklasifikasikan
dalam bentuk ekstrim dari TOF.
|
Gambar 2.1Gambaran Jantung Normal
dan TOF
Darah dari kedua
ventrikel dipompa ke seluruh tubuh, termasuk darah yang miskin oksigen. Hal ini
mengakibatkan bayi dan anak-anak dengan TOF sering memiliki warna kulit biru
yang disebut sianosis karena miskinnya oksigen di dalam darah. Saat lahir kemungkinan
bayi tidak terlihat biru tetapi kemudian bisa terjadi episode mendadak yang
disebut spell ditandai dengan kulit kebiruan
saat menangis atau makan.
Hypoxic spell (cyanotic spell/hypercyanotic spell/”tet”
spell) pada TOF biasanya terjadi pada infant dengan insidensi puncaknya pada usia 2-4
bulan. Adapun karakteristik hypoxic spell
yaitu ditandai dengan paroksismal hiperpnea (respirasi yang cepat dan
dalam), irritabilitas dan menangis yang berkepanjangan, sianosi yang meningkat,
dan menurunnya intensitas murmur. Hypoxic
spell ini biasanya terjadi pada pagi hari setelah menangis, makan, atau
defekasi. Hypoxic spell yang berat
dapat menyebabkan kejang, kehilangan kesadaran, cerebrovascular accident, bahkan hingga kematian.
2.2
Etiologi
Penyebab
penyakit jantung kongenital sebagian besar tidak diketahui, meskipun penelitian
genetik menunjukkan etiologi multifaktorial. Faktor prenatal yang berhubungan dengan
insiden yang lebih tinggi pada TOF termasuk rubella virus atau penyakit virus
lainnya selama kehamilan, gizi buruk prenatal, kebiasaan ibu minum alkohol, merokok,
usia ibu yang lebih dari 40 tahun, dan diabetes.7
2.3
Manifestasi Klinis dan Patofisiologi6
Bayi
dengan obstruksi ventrikel kanan yang ringan, awalnya mungkin terlihat dengan gagal
jantung yang disebabkan oleh pirau ventrikel dari kiri ke kanan. Seringkali sianosis
tidak muncul pada saat lahir. Tetapi dengan adanya dijumpai hipertrofi ventrikel
kanan dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pasien, sianosis terjadi di
tahun pertama kehidupan yang dapat terlihat di selaput lendir bibir, mulut, dan
kuku.
Pada
bayi dengan obstruksi ventrikel kanan yang berat, aliran darah paru tergantung pada
aliran melalui duktus arteriosus. Pada saat duktus mulai menutup dalam 1 jam
atau beberapa hari kehidupan, sianosis berat dan kolaps sirkulasi dapat terjadi.
Anak dengan sianosis yang berlama-lama dan belum menjalani operasi mungkin memiliki
kulit berwarna biru kehitaman, sklera abu-abu dengan pembuluh darah membesar,
dan ditandai dengan jari tabuh.
Salah
satu manifestasi lain adalah dispnoe yang biasanya timbul saat beraktivitas.
Pada saat terjadi dispnoe, anak akan mengambil posisi jongkok untuk mengurangi dispnoe
dan anak biasanya dapat melanjutkan aktivitas fisik dalam beberapa menit.
Hipersianotik paroksismal merupakan masalah
yang dapat dijumpai selama tahun pertama dan kedua kehidupan. Bayi menjadi hipersianosis
dan gelisah, takipnoe, dan sinkop.
Spell
paling sering terjadi di pagi hari yang berkaitan dengan pengurangan aliran darah
paru yang sudah terganggu dan bila berkepanjangan mengakibatkan hipoksia
sistemik yang berat dan asidosis metabolik.
Spell dapat berlangsung dari beberapa
menit sampai beberapa jam namun jarang berakibat fatal yang ditandai dengan keadaan
umum lemah dan setelah serangan pasien tertidur. Spell yang berat dapat mengakibatkan ketidaksadaran dan kadang-kadang
ditemukan kejang dan hemiparese.
Bayi dengan sianosis yang ringan lebih rentan
untuk terjadinya spell karena tidak memperoleh
mekanisme homeostatis untuk mentolerir penurunan cepat saturasi oksigen arteri seperti
polisitemia.
2.4
Diagnosis8-11
Ada beberapa langkah diagnostik untuk
menegakkan diagnosa TOF, yaitu dari mulai anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada bayi dengan TOF dari sejak lahir atau kemudian
sesudah lahir sudah didapati keluhan biru. Selain itu juga ada keluhan sesak
nafas pada saat beraktivitas. Bayi dengan TOF ringan (pink fallot) biasanya asimtomatik namun terkadang dapat menunjukkan
tanda gagal jantung, seperti pada VSD besar dengan pirau dari kiri ke kanan. Pasien
dengan atresia pulmonal tampak sianosis pada saat lahir atau segera setelah lahir.
Dari
pemeriksaan fisik, didapati sianosis dengan derajat yang bervariasi, nafas cepat,
jari tabuh. Selain itu, tampak peningkatan
aktifitas ventrikel kanan sepanjang tepi sternum dan thrill sistolik di bagian atas dan tengah tepi sternum kiri. Ejeksi
yang berasal dari aorta dapat terdengar. Bunyi jantung II biasanya tunggal,
keras, bising ejeksi sistolik (grade 3-5/6) pada bagian atas dan tengah tepi
sternum kiri.
Dari pemeriksaan penunjang, dengan
menggunakan pemeriksaan foto thoraks akan didapatkan gambaran hipertrofi
ventrikel kanan yang ditandai dengan apex jantung yang terangkat dan juga
dijumpai penurunan ukuran dari segmen arteri pulmonal sehingga akan terlihat
gambaran jantung yang khas seperti sepatu boot (boot-shaped). Gambaran pembuluh darah pulmonal biasanya
berkurang/cekung (oligemi) karena penurunan aliran yang melalui sirkulasi
pulmonal.
Dari elektrokardiografi didapatkan
hipertrofi ventrikel kanan (RVH) dengan deviasi aksis ke kanan (RAD). Kadang
disertai hipertrofi atrium kanan.
Dari ekokardiografi tampak defek septum
ventrikel jenis perimembranus dengan overriding
aorta kurang lebih 50% dan penebalan infundibulum ventrikel kanan. Pada
ekokardiografi 2-dimensi dapat ditentukan tipe VSD (perimembranus subaortik atau
subarterial doubly committed), overriding aorta, deviasi septum
infundibular ke anterior, dimensi dan fungsi ventrikel kiri, dan tentukan
konfluensi dan diameter cabang-cabang arteri pulmonalis. Sedangkan, dari
ekokardiografi berwarna dan Doppler, dapat dilihat aliran dari ventrikel kanan
ke aorta melalui VSD serta dapat dihitung perbedaan tekanan ventrikel kanan dan
arteri pulmonalis (beratnya PS).
Dari kateterisasi jantung dan
angiokardiogram TOF, dilakukan terutama untuk menilai arteri pulmonalis dengan
cabang-cabangnya, anomali arteri koroner baik asal maupun jalannya, dan defek
septum ventrikel tambahan bila ada. Dari angiografi ventrikel kanan atau arteri
pulmonalis dapat dinilai konfluensi dan diameter kedua arteri pulmonalis dan
ada tidaknya stenosis pada perabangan arteri pulmonalis atau di perifer.
Sedangkan angiografi aorta dilakukan bila diperlukan untuk melihat kelainan
arteri koronaria atau bila diduga ada kolateral.
Pemeriksaan sadap jantung dilakukan
terutama untuk menilai konfluensi dan ukuran arteri pulmonalis serta
cabang-cabangnya, mencari anomali arteri koroner, serta melihat ada tidaknya
VSD tambahan dan melihat ada tidaknya kolateral dari aorta langsung ke paru
(anak besar/dewasa).
2.5 Penatalaksanaan9-11
Tujuan pokok dalam menangani TOF adalah
koreksi primer yaitu penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran
infundibulum ventrikel kanan. Syarat untuk keberhasilan primer adalah ukuran
arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya yang harus cukup besar, minimal 1/3 dari
aorta desenden. Selain itu juga tidak ada arteri koroner yang menyilang alur
keluar ventrikel kanan dan ukuran ventrikel kiri harus cukup besar agar mampu
menampung darah sistemik. Umumnya koreksi primer dilaksanakan pada usia kurang
lebih 1 tahun, dengan perkiraan berat badan sudah mencapai sekurangnya 8kg.
Bila syarat-syaratnya untuk keberhasilan
koreksi primer belum terpenuhi, maka dilakukan tindakan paliatif yaitu membuat
pirau antara sistemik dengan arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig Shunt. Jenis operasi shunt ini adalah membuat pirau
antara arteri subklavia dengan cabang arteri pulmonalis. Bila usia belum
mencapai 1 tahun atau berat badan < 8kg, namun anak sering mengalami spel
sianotik atau terdapat desaturasi oksigen yang hebat (<70%), maka perlu dilakukan
tindakan paliatif lebih dahulu.
Sebelum dilakukan terapi definitif yakni
operasi, terapi paliatif bisa dilakukan. Hal ini dilakukan dengan cara membuat
komunikasi anatomi antara aorta dengan arteri pulmonalis sehingga terbentuk
aliran dari kiri-kanan (left-to-right
shunt) untuk meningkatkan aliran darah pulmonal. Beberapa prosedur sekarang
ini biasa digunakan pada infant yang direncanakan akan menjalani perbaikan
definitif di usia yang lebih besar. Operasi yang lengkap pada pasien TOF yaitu
menutup VSD dan pembesaran dari infundibulum pulmonal dengan menggunakan pericardial patch. Perbaikan secara
elektif biasanya dilakukan pada usia 6-12 bulan untuk menurunkan kemungkinan
komplikasi di masa yang akan datang. Kebanyakan pasien TOF yang sudah menjalani
perbaikan yang sukses akan asimtomatik hingga dewasa. Namun demikian pada
beberapa pasien, antibiotik diperlukan untuk mencegah endokarditis.
Dalam klinik, spell sianotik diatasi
dengan posisi lutut-dada pemberian oksigen dan obat seperti morfin atau propanolol.
Prinsip pengobatannya adalah mengurangi konsumsi oksigen meningkatkan
pengikatan oksigen, dan mengurani aliran pirau kanan ke kiri dengan mengurangi
aliran balik vena sistemik dan meningkatkan aliran darah ke paru.
Posisi lutut-dada (knee-chest position/elbow position) yaitu posisi dimana lutu
didekatkan pada dada dan sikunya dan anak ditenangkan. Dengan cara ini aliran
balik vena sistemik akan berkurang karena sebagian darah akan terkumpul di
ekstremitas bawah dan tahanan vaskular sistemik akan meningkat sehingga aliran
pirau kanan ke kiri akan berkurang dan aliran darah ke paru akan meningkat.
Oksigen 100% yang diberikan dengan sungkup diharapkan oksigenasi akan membaik
Untuk sedasi dapat diberikan injeksi
subkutan morfin sulfat 0,1mg/kgBB atau intravena yang dapat diulang setelah 10
menit. Morfin akan mendepresi pusat pernafasan dan menghilangkan refleks
hiperventilasi. Dapat juga diberikan obat sedasi yang lain misalnya diazepam 0,1mg/kgBB
iv,im, rektal. Bila serangannya berat atau menetap maka akan terjadi asidosis
metabolik. Asidosis ini akan memperberat keadaan dan hiperventilasi. Berikan
intravena natrium bikarbonas 3-5mEq/kgBB secara perlahan-lahan.
Selanjutnya adapun dosis propanolol (per
oral) dengan dosis 0,5-1,5 mg/kgBB/6-8jam sampai dilakukan operasi. Dengan obat
ini diharapkan spasme otot infundibuler berkurang dan frekuensi spel menurun.
Bila spell menetap atau berulang, dapat diberikan injeksi propanolol intravena
(0,02-0,1 mg/kgBB per dosis selama 10 menit. Propanolol lalu dilanjutkan dengan
pemberian oral 0,2-0,5mg/kgBB/6 jam. Jangan diberikan bila ada riwayat asma.
Vasopresor juga dapat diberiakan yaitu infus Fenilefrin (Neo-Synephrine)
2-5mg/kgBB/menit atau intravena bolus 0,1mg/kgBB. Dapat juga diberikan
Metaraminol (aAramien) 50mg/100mm. jangan memakai epinefrin atau norepinefrin
karena vasopresor akan meningkatkan tahanan vascular sistemik dan pada
pemberiannya tekanan darah harus dipantau dengan. Selain itu, keadaan pasien
dengan riwayat spel hipoksia keadaan umumnya harus diperbaiki, misalnya koreksi anemia, dehidrasi atau
infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekuensi spell.
Bila spell hipoksia tidak teratasi
dengan pemberian propanolol dan keadaan umumnya memburuk, maka harus secepatnya
dilakukan operasi. Bila spell berhasil diatasi dengan propanolol dan kondisi
bayi cukup baik untuk menunggu, maka operasi koreksi total dilakukan pada usia
sekitar 1 tahun.
2.6 Prognosis
Prognosis cukup baik pada yang dioperasi
pada usia anak-anak. Prognosis jangka panjang kurang baik apabila pasien
dioperasi pada usia dewasa yang sudah terjadi gangguan fungsi ventrikel kiri
akibat hipoksia yang lama serta pada pasien pasca bedah sehingga terjadi gagal
ventrikel kanan. Tanpa intervensi bedah sebagian besar akan meninggal pada masa
anak dengan survival rate : 66 persen
pada usia 1 tahun, 40 persen pada usia 3
tahun, 11 persen pada usia 20 tahun, dan 6
persen pada usia 30 tahun, dan 3 persen pada usia 40 tahun (Gambar 2.2).11
Gambar
2.2 Survival rate of TOF
2.7 Komplikasi
Bila tidak dioperasi maka akan terjadi hipoksia organ-organ tubuh
yang kronis, polisitemia, emboli sistemik, dan abses otak. Sedangkan pada
pasien pasca bedah, bisa timbul gagal jantung kongestif pada fungsi LV yang
buruk atau residual VSD besar, gagal jantung kanan, efusi perikardial atau
efusi pleura pada residual PS atau PI yang berat, serta sindroma post
kardiotomi.11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar