BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pelayanan
kesehatan, baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas, akan diapresiasi oleh
masyarakat luas selaku pengguna layanan jika pelayanan kedua institusi
pelayanan kesehatan tersebut bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu pasti
menggunakan pendekatan manajemen sehingga pengelolaannya menjadi efektif,
efisien, dan produktif. Untuk bisa menyediakan pelayanan kesehatan seperti itu,
pimpinan dan staf dari kedua institusi pelayanan tersebut harus menerepkan
prinsip-prinsip manajemen (Muninjaya, 2012).
Manajemen adalah ilmu terapan yang
dapat dimanfaatkan di berbagai jenis organisasi untuk membantu manajer dalam
memecahkan masalah organisasi, sehingga manajemen juga dapat digunakan dalam
bidang kesehatan untuk membantu manajer organisasi pelayanan kesehatan
memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Menurut Notoatmodjo (2003), manajemen
kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur petugas
kesehatan dan non-petugas kesehatan masyarakat melalui program kesehatan.
(Herlambang &Murwani, 2012).
Sebagian besar penempatan dokter
yang baru lulus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis di puskesmas
seluruh Indonesia. Dokter tidak saja berperan sebagai medicus practicus, tetapi juga sebagai pimpinan unit kerja pelayanan
kesehatan seperti sebagai kepala puskesmas (Muninjaya, 2012). Selain itu, Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, menyebutkan dalam pasal 34 ayat 1 bahwa setiap pimpinan
penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan harus memiliki
kompetensi manajemen kesehatan perseorangan yang dibutuhkan (Kemenkes, 2009). Untuk
itu, dokter dituntut untuk mengembangkan managerialship
dan leadership-nya sehingga tugas pokok dan fungsi puskesmas
berkembang efektif,efisien,dan produktif. Oleh karena itu, penting bagi dokter
untuk mengetahui lebih dalam serta memiliki kemampuan mengenai manajemen
kesehatan dan manajemen puskesmas (Muninjaya, 2012).
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui tentang
manajemen kesehatan dan manajemen puskesmas serta peran seorang dokter dalam manajemen
kesehatan
dan manajemen
puskesmas.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada penulis dan pembaca khususnya dokter agar dapat lebih mengetahui dan
memahami mengenai Manajemen Kesehatan dan Manajemen Puskesmas
sehingga dapat menerapkannya saat bertugas sebagai dokter nantinya.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Manajemen Kesehatan
2.1.1. Definisi
Secara
klasik, manajemen adalah ilmu atau seni tentang penggunaan sumber daya secara
efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Manajemen merupakan ilmu terapan yang penerapannya
disesuaikan dengan ruang lingkup fungsi organisasi, bentuk kerja sama manusia
di dalam organisasi, dan ruang lingkup masalah yang dihadapi. Di bidang
kesehatan, manajemen diterapkan untuk mengatur perilaku staf yang bekerja di
dalam organisasi (institusi pelayanan) kesehatan untuk menjaga dan mengatasi
gangguan kesehatan pada individu atau kelompok masyarakat secara efektif,
efisien, dan produktif (Muninjaya, 2012).
Sehat
adalah suatu keadaan optimal, baik jasmani maupun rohani serta sosial ekonomi,
dan tidak hanya terbatas pada keadaan bebas dari penyakit atau kelemahan fisik
dan mental saja (WHO, 1946). Di Indonesia pengertian sehat dituangkan dalam UU
Pokok Kesehatan RI No.9 tahun 1960 (Herlambang & Murwani, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam
buku Manajemen Kesehatan dan Rumah Sakit, manajemen kesehatan adalah suatu
kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas
kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan (Herlambang
& Murwani, 2012).
Sesuai
dengan tujuan sistem kesahatan, yakni peningkatan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, maka manajemen kesehatan tidak dapat disamakan dengan
manajemen niaga yang lebih berorientasi pada upaya mencari keuntungan berupa
uang untuk pemilik perusahaan (profit
oriented) melainkan manajemen kesehatan berorientasi memberikan manfaat
pelayanan secara optimal pada masyarakat (benefit
oriented) oleh karena organisasi kesehatan lebih mementingkan pencapaian
kesejahteraan umum (Herlambang & Murwani, 2012)..
2.1.2.
Fungsi
Fungsi-fungsi dalam manajemen kesehatan sama dengan
fungsi-fungsi dalam manajemen perusahaan, yaitu (Herlambang & Murwani,
2012) :
1.
Fungsi
Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan fungsi
terpenting dalam manajemen. Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk
merumuskan masalah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling
pokok, dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan tersebut.
Dengan perencanaan dapat mengetahui
: tujuan yang ingin dicapai; jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan;
jenis dan jumlah staf yang diinginkan dan uraian tugasnya; sejauh mana
efektivitas kepemimpinan dan pengarahan yang diperlukan; bentuk dan standar
pengawasan yang akan dilakukan.
Terdapat lima langkah yang perlu
dilakukan pada proses penyusunan sebuah perencanaan dalam manajemen kesehatan,
yaitu: (a) analisa situasi; (b) mengidentifikasi masalah dan prioritasnya; (c)
menentukan tujuan program; (d) mengkaji hambatan dan kelemahan program; (e)
menyusun rencana kerja operasional.
2.
Fungsi
Pengorganisasian (Organizing)
Dengan adanya pengorganisasian, maka
seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi akan diatur penggunaannya
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
Dengan pengorganisasian, seorang
pemimpin akan mengetahui: pembagian tugas secara jelas, tugas pokok dan
prosedur kerja staf, hubungan organisatoris dalam struktur organisasi,
pendelegasian wewenang, dan pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki
organisasi.
Ada enam langkah penting dalam
membuat pengorganisasian, yaitu: (a) tujuan organisasi harus sudah dipahami
oleh staf; (b) membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok
untuk mencapai tujuan; (c) menggolongkan kegiatan pokok ke dalam suatu kegiatan
yang praktis; (d) menetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh staf dan menyediakan
fasilitas pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya; (e) penugasan
personal yang terampil.
3.
Fungsi
Pelaksanaan dan Pembimbingan (Actuating)
Pada fungsi ini lebih mengarahkan
dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
Beberapa hal yang dapat menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia dalam
organisasi yaitu : peran kepemimpinan (leadership),
motivasi staf, kerja sama antar staf, dan komunikasi yang lancer antar staf.
Adapun tujuan fungsi pelaksanaan dan
pembimbingan adalah: (1) menciptakan kerjasama yang lebih efisien; (2)
mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf; (3) menumbuhkan rasa menyukai
dan memiliki pekerjaan; (4) mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan
motivasi prestasi kerja staf; (5) membuat organisasi berkembang secara dinamis.
4.
Fungsi
Pengawasan (Controlling)
Melalui fungsi pengawasan, standar
keberhasilan program yang telah dibuat dalam bentuk target, prosedur kerja, dan
sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang
mampu dikerjakan oleh staf.
Jenis standar pengawasan ada dua,
yaitu : (1) standar norma, standar yang dibuat berdasarkan pengalaman staf
melaksanakan program yang sejenis atau yang pernah dilaksanakan dalam situasi
yang sama di masa lalu; (2) standar kriteria, standar yang diterapkan untuk
kegiatan-kegiatan pelayanan oleh petugas yang sudah mendapatkan pelatihan.
Pemimpin bisa mendapatkan data pada
saat melakukan pengawasan dengan tiga cara: pengamatan langsung, laporan lisan
dari staf atau pengaduan masyarakat, dan laporan tertulis dari staf.
5.
Fungsi
Evaluasi (Evaluation)
Tujuannya yaitu untuk memperbaiki
efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dengan memperbaiki fungsi
manajemen. Evaluasi ada beberapa macam, yaitu: (a) evaluasi terhadap input,
dilaksanakan sebelum program dilaksanakan;(b) evaluasi terhadap proses,
dilaksanakan pada saat kegiatan berlangsung; (c) evaluasi terhadap output,
dilaksanakan setelah pekerjaan selesai.
Fungsi-fungsi
manajemen diatas dapat dilihat pada Gambar 2.1. Meskipun keempat fungsi
manajemen tersebut terpisah satu sama lain, teteapi sebagai sebuah proses,
keempatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berhubungan satu sama lain.
Jika tujuan organisasi belum tercapai, pimpinan organisasi harus menganalisis
kelemahan pelaksanaan salah satu atau beberapa fungsi manajemen tersebut
(Muninjaya, 2012).
Gambar
2.1 Siklus Fungsi Manajemen
Sumber: Muninjaya,
2012
2.1.3.
Ruang Lingkup
Seperti
halnya manajemen perusahaan, di bidang kesehatan juga dikenal berbagai jenis
manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya yang
dikelolanya. Ruang lingkup manajemen kesehatan secara garis besar mengerjakan
kegiatan yang berkaitan dengan
(Herlambang &
Murwani, 2012).:
1. Manajemen
sumber daya manusia
(personalia)
2. Manajemen
keuangan (mengurusi cashflow keuangan)
3. Manajemen
logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan)
4. Manajemen
pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen (melayani pelayanan
kesehatan masyarakat)
Untuk masing-masing bidang tersebut
dikembangkan manajemen yang lebih spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan
tugas pokok institusi kesehatan. Penerapan manajemen pada unit pelaksana teknis
seperti puskesmas dan RS merupakan upaya
untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing
unit pelayanan kesehatan tersebut, dan diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi (unit kerja dan
sebagainya) secara efektif, efisien, produktif, dan bermutu (Muninjaya, 2012).
Manajemen
kesehatan harus dikembangkan di tiap-tiap organisasi kesehatan di Indonesia,
seperti Kantor Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan di daerah, Rumah Sakit,
dan Puskesmas, dan jajarannya. Untuk memahami penerapan manajemen kesehatan di
Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, dan Puskesmas perlu dilakukan kajian proses
penyusunan rencana tahunan Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan di daerah.
Khusus untuk tingkat Puskesmas, penerapan manajemen dapat dipelajari melalui
perencanaan yang disusun setiap lima tahunan (Herlambang & Muwarni, 2012).
2.1.4. Subsistem Manajemen
Kesehatan
Subsistem
adalah bagian dari sistem yang membentuk sistem pula. Dalam sistem kesehatan
nasional, subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya administrasi kesehatan yang didukung oleh pengelolaan data dan informasi,
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengaturan
hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Herlambang & Murwani, 2012).
Subsistem
manajemen kesehatan terdiri dari empat unsur utama (Herlambang & Murwani,
2012) :
1. Administrasi kesehatan, adalah
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggara pembangunan kesehatan.
2. Informasi kesehatan, adalah hasil
pengumpulan dan pengolahan data yang merupakan masukan bagi pengambilan
keputusan di bidang kesehatan.
3. Ilmu pengetahuan dan teknologi,
adalah hasil penelitian dan pengembangan yang merupakan masukan bagi
pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
4. Hukum kesehatan, adalah peraturan
perundang-undangan kesehatan yang dipakai sebagai acuan bagi penyelenggara
pembangunan kesehatan.
2.1.5. Pembiayaan Program
Kesehatan
Sesuai
dengan UU No. 22 dan 25 tahun 1999 (diubah menjadi UU No.32 dan 33 tahun 2004)
tentang pemerintah daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah, dana
pembangunan kesehatan berasal dari tiga sumber yaitu (Muninjaya,
2012) :
1. Pemerintah (APBN), yang
disalurkan ke daerah dalam bentuk DAU ( Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana
Alokasi Khusus). Dengan diberlakukannya otonomi daerah, porsi dana sector
kesehatan yang bersumber dari APBN menurun. Pemerintah pusat juga masih tetap
membantu pelaksanaan program kesehatan melalui bantuan dana dekonsentrasi,
khususnya untuk pemberantasan penyakit menular.
2. APBD yang bersumber dari PAD
(Pendapatan Asli Daerah), baik yang bersumber dari pajak maupun penghasilan
badan usaha milik Pemda. Mobilisasi dana kesehatan juga bisa bersumber dari
masyarakat dalam bentuk asuransi kesehatan, investasi pembangunan sarana
pelayanan kesehatan oleh pihak swasta dan biaya langsung yang dikeluarkan oleh
masyarakat untuk perawatan kesehatan. Dana pembangunan kesehatan yang diserap
dari berbagai sektor harus dibedakan dengan dana sektor kesehatan yang diserap
oleh dinas kesehatan.
3. Bantuan luar negeri, dapat dalam
bentuk hibah (grant) atau pinjaman (loan) untuk investasi atau pengembangan
pelayanan kesehatan.
2.2. Manajemen
Puskesmas
2.2.1. Definisi
Menurut
Permenkes No.75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat, disebutkan bahwa
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Depkes, 2014).
2.2.2. Tugas dan Fungsi
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan
kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan
tugas tersebut, puskesmas menyelenggarakan fungsi (Depkes, 2014) :
a. penyelenggaraan UKM tingkat
pertama di wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan UKP tingkat
pertama di wilayah kerjanya.
2.2.3. Susunan Organisasi
Puskesmas merupakan unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas
yang merupakan seorang Tenaga Kesehatan dengan kriteria sebagai berikut
(Depkes, 2014):
a)
Tingkat
pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi manajemen kesehatan
masyarakat;
b)
masa
kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun; dan
c)
telah
mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas.
Kepala Puskesmas bertanggungjawab
atas seluruh kegiatan di Puskesmas dan ia dapat merencanakan dan mengusulkan kebutuhan
sumber daya Puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam hal di
Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil yang tidak tersedia seorang
tenaga kesehatan seperti kriteria diatas, maka Kepala Puskesmas merupakan
tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan paling rendah diploma tiga (Depkes,2014).
Organisasi
Puskesmas paling sedikit terdiri atas (Depkes, 2014):
a)
kepala
Puskesmas;
b)
kepala
sub bagian tata usaha;
c)
penanggung
jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat;
d)
penanggung
jawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium; dan
e)
penanggungjawab
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
f)
fasilitas
pelayanan kesehatan.
2.2.4. Penerapan Manajemen di Puskesmas
Untuk dapat melaksanakan usaha pokok
puskesmas secara efisien, efektif, produktif, dan berkualitas, pimpinan
puskesmas harus memahami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen. Penerapan
manajemen kesehatan di puskesmas terdiri dari :
1.
Micro Planning (MP)
Merupakan
perencanaan tingkat puskesmas. Pengembangan program puskesmas selama 5 tahun
disusun dalam MP.
2.
Lokakarya
Mini Puskesmas (LKMP)
Merupakan
bentuk penjabaran MP kedalam paket-paket kegiatan program yang dilaksanakan
oleh staf, baik secara individu maupun berkelompok. LKMP dilaksanakan setiap
tahun.
3.
Local Area Monitoring (LAM) atau PIAS-PWS (Pemantauan
Ibu dan Anak Setempat-Pemantauan Wilayah Setempat)
Merupakan
sistem pencatatan dan pelaporan untuk pemantauan penyakit pada ibu dan anak
atau untuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi. LAM merupakan
penjabaran fungsi pengawasan dan pengendalian program. LAM yang dijabarkan
khusus untuk memantau kegiatan program KIA disebut dengan PIAS. Sistem
pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) adalah kompilasi pencatatan
program yang dilakukan secara terpadu setiap bulan.
Stratifikasi
puskesmas merupakan kegiatan evaluasi program yang dilakukan setiap tahun untuk
mengetahui pelaksanaan manajemen program puskesmas secara menyeluruh. Penilaian
dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Data SP2TP
dimanfaatkan oleh puskesmas untuk penilaian stratifikasi (Muninjaya, 2004).
Supervisi
rutin oleh pimpinan puskesmas dan rapat-rapat rutin untuk koordinasi dan
memantau kegiatan program. Supervisi oleh pimpinan, monitoring, dan evaluasi
merupakan penjabaran fungsi manajemen (pengawasan dan pengendalian) di
puskesmas (Tabel 2.1) (Muninjaya, 2004).
Planning
|
Mikro planning, perencanaan tingkat puskesmas
|
Organizing
|
Struktur
organisasi, pembagian tugas, pembagian wilayah kerja, pengembangan program
puskesmas
|
Actuating
|
Lokakarya
mini puskesmas, kepemimpinan, motivasi kerja, koordinasi, komunikasi melalui
rapat rutin bulanan untuk membahas aktivitas harian dan kegiatan program
|
Controlling
|
PIAS,
LAM, PWS KIA, supervise, monitoring, evaluasi, audit internal keuangan di
puskesmas
|
Tabel 2.1 Penerapan Fungsi Manajemen di Puskesmas
Sumber:
Muninjaya, 2004
2.2.5 Subsistem Manajemen Puskesmas
Dalam
upaya menunjang pengembangan program pokok puskesmas, puskesmas memiliki enam
subsistem manajemen, yaitu (Muninjaya, 2004):
1.
Subsistem
pelayanan kesehatan
Berupa
promosi, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi medis dan sosial
2.
Subsistem
manajemen keuangan
·
Jenis
anggaran yang digunakan terdiri dari dana rutin (gaji pegawai) dan dana
operasional/proyek untuk masing-masing program.
·
Sumber
anggaran, sejak otonomi daerah yang ditetapkan berdasarkan UU No. 22 dan 25
tahun 1999 sumber dana puskesmas sebagian besar dari APBD kabupaten/kota yang
disalurkan melalui dinas kesehatan kabupaten/kota. Hanya sebagian kecil yang
berasal dari APBN. Puskesmas juga mendapat dana dari sumber-sumber lain yang
sah dan tidak mengikat.
·
Pimpinan
puskesmas menunjuk bendahara puskesmas, ada yang menjadi bendahara proyek
(mencatat dan melaporkan dana operasional kegiatan proyek) dan bendahara rutin
(mengurusi gaji pegawai dan pemasukan keuangan rutin puskesmas).
3.
Subsistem
manajemen logistik
Setiap
program membutuhkan dukungan logistik yang jumlah dan jenisnya berbeda-beda.
Kebutuhan ini disusun dalam Lokakarya Mini Puskesmas (LKMP). Agar praktis
biasanya kebutuhan logistik puskesmas disediakan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota dan BKKBN (khusus untuk program KB) dengan dana yang sudah
dialokasikan setiap tahun. Pimpinan puskesmas mempunyai wewenang dan wajib
memeriksa administrasi barang dan obat secara rutin.
4.
Subsistem
manajemen personalia
·
Untuk
meningkatkan motivasi kerja staf, sistem intensif perlu diterapkan sesuai
dengan ketentuan yang disepakati bersama. Selain itu pemberian penghargaan oleh
pimpinan kepada staf yang berprestasi akan membantu meningkatkan motivasi
mereka.
·
Untuk
manajeman personalia di puskesmas, dokter selaku manajer puskesmas tidak
diberikan wewenang untuk mengangkat staf kecuali puskesmas menyisihkan dana
sendiri untuk membayar honor staf. Akan tetapi dokter berhak mengusulkan
kebutuhan staf (jumlah dan jenis) ke Dinkes kabupaten/kota.
·
Pertemuan
antara pimpinan dengan staf sebaiknya diadakan secara rutin dalam pertemuan
rutin seperti rapat bulanan dan mingguan
5.
Subsistem
pencatatan dan pelaporan
Laporan
yang dibuat oleh puskesmas antara lain:
·
Laporan
harian (melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB) penyakit tertentu
·
Laporan
mingguan (melaporkan kegiatan penanggulangan penyakit diare)
·
Laporan
bulanan (ada 4 jenis, LB1 berisi data kesakitan, LB2 berisi data kematian, LB3 berisi data program
gizi. KIA, KB, dan P2M, LB4 untuk obat-obatan)
6.
Subsistem
pengembangan peran serta masyarakat (melalui PKMD)
BAB
III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
1. Good Clinical
Practice (GCP) adalah suatu standar kualitas etik dan ilmiah internasional
untuk mendisain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang
melibatkan partisipasi subjek manusia. Mematuhi standar ini akan memberi
kepastian kepada publik bahwa hak, keamanan, kesejahteraan subjek uji klinik
dilindungi serta data uji klinik dapat dipercaya.
2. Dokter harus mengetahui dan memahami GCP karena dokter
yang akan melakukan uji klinik dianjurkan menerapkan prinsip GCP agar uji
klinik yang dilakukan menghasilkan mutu hasil uji klinik yang dapat dipercaya
dan bermanfaat serta diakui di dunia internasional. Dokter yang berpedoman pada
GCP akan melindungi hak, keamanan, dan kesejahteraan subjek uji klinik.
DAFTAR PUSTAKA
Muninjaya,
A. 2004. Manajemen Kesehatan Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 44-49, 129-164
Herlambang,
S., Murwani, A. 2012. Cara Mudah Memahami Manajemen Kesehatan dan Rumah sakit.
Gosyen publishing: Yogyakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 02002/SK/KBPOM Tentang
Tata Laksana Uji Klinik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Good Clinical
Practice. Diambil dari: http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/6043/Good-Clinical-Practice-Inspection-Training-Course-Tahun-2014.html
[Diakses tanggal 18 Maret 2015]
ICH
Expert Working Group. 1996. International Conference On
Harmonization
of Technical Requirements For Registration Of Pharmaceuticals For Human Use.
Guideline For Good Clinical Practice E6 (R1).
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2011. Uji Klinis. Dalam:
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Keempat. Sagung Seto. Jakarta: 187-217.
Vijayananthan, A. 2008. The Importance of Good Clinical
Practice Guidelines and itsrole inclinical trials. Biomedical Imaging and
Intervention Journal.
Dokter memang lebih banyak dididik menjadi klinisi setelah melewati co ass.Syarat menjadi Kepala Puskesmas.hanya setara S1.tidak harus dokter.menurut saya penting untuk didik n arahkan mahasiswa kedokteran untuk memilih ke arah managemen atau klinisi/dokter.Ke depan mungkin memang menjadi peluang Sarjana Kesehatan Masyarakat u bisa menjadi kepala Puskesmas agar promotif preventif berhasil.
BalasHapusDokter memang lebih banyak dididik menjadi klinisi setelah melewati co ass.Syarat menjadi Kepala Puskesmas.hanya setara S1.tidak harus dokter.menurut saya penting untuk didik n arahkan mahasiswa kedokteran untuk memilih ke arah managemen atau klinisi/dokter.Ke depan mungkin memang menjadi peluang Sarjana Kesehatan Masyarakat u bisa menjadi kepala Puskesmas agar promotif preventif berhasil.
BalasHapuskok disitasinya muninjaya 2012 tapi daftar pustakanya muninjaya tahun 2004...gak jadi dibaca deh mba..padahal lagi nyari2 muninjaya edisi akhir..kali2 ada..
BalasHapus